Pengertian E-Procurement
Beberapa definisi e-procurement dari berbagai sumber yaitu:
1. Menurut Kantor Manajemen Informasi Pemerintah Australia (Australian Government Information Management, AGIMO) : e-procurement merupakan pembelian antar-bisnis (business-to-business, B2B) dan penjualan barang dan jasa melalui internet. (www.agimo.gov.au/publications/2001/11/ar00-01/glossary).
2. Menurut daftar kata X-Solutions : e-procurement merupakan sebuah istilah dari pengadaan (procurement) atau pembelian secara elektronik. E-procurement merupakan bagian dari e-bisnis dan digunakan untuk mendesain proses pengadaan berbasis internet yang dioptimalkan dalam sebuah perusahaan. E-procurement tidak hanya terkait dengan proses pembelian itu saja tetapi juga meliputi negosiasi-negosiasi elektronik dan pengambilan keputusan atas kontrak-kontrak dengan pemasok. Karena proses pembelian disederhanakan dengan penanganan elektronik untuk tugas-tugas yang berhubungan dengan operasi, tugas-tugas yang berhubungan dengan strategi dapat diberi peran yang lebih penting dalam proses tersebut. Tugas-tugas baru yang berhubungan dengan strategi pembelian ini meliputi manajemen kontrak kepada pemasok lama maupun baru serta penciptaan struktur pasar baru dengan secara aktif mengkonsolidasikan sisi pemasokan/suplai. Sedangkan procurement system adalah sistem perangkat lunak untuk pembelian secara elektronik, yaitu pengadaan barang dan jasa. (http://www.x-solutions.poet.com/eu/newsevents/glossar).
3. Menurut daftar kata Siemens : e-procurement atau e-purchasing adalah pengadaan yang menggunakan media elektronik seperti internet atau jaringan komputer yang lain. Sistem e-procurement memusatkan pada platform (perangkat keras maupun lunak) komersial bagi para pembeli. (http://www2.automation.siemens.com/meta/ebusiness/html_76/glossar/glossar_e.htm).
4. Menurut Wikipedia : e-procurement adalah pembelian business-to-business (B2B) dan penjualan barang dan jasa melalui internet maupun sistem-sistem informasi dan jaringan lain, seperti Electronic Data Interchange (EDI) dan Enterprise Resource Planning (ERP). Sebagai sebuah bagian penting dari banyak situs B2B, e-procurement juga kadang disebutkan oleh istilah-istilah lain misalnya supplier exchange. Secara khusus, situs-situs web e-procurement memungkinkan user yang memenuhi syarat dan terdaftar untuk mencari para pembeli atau penjual barang dan jasa. Tergantung pada pendekatannya, para pembeli atau penjual dapat menentukan harga atau mengundang tawaran. Transaksi-transaksi dapat dimulai dan diakhiri. Pembelian yang sedang berjalan dapat memenuhi permintaan customer untuk diskon jumlah atau penawaran khusus. Software e-procurement memungkinkan otomatisasi beberapa pembelian dan penjualan. Perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi berharap dapat mengendalikan inventori-inventori secara lebih efektif, mengurangi biaya pembelian agen, dan meningkatkan siklus manufaktur. E-procurement diharapkan dapat diintegrasikan dengan tren Supply Chain Management yang terkomputerisasi. (http://en.wikipedia.org/wiki/E-procurement).
5. Menurut Scottish Enterprise dalam E-Business Factsheet-nya menyebut bahwa e-procurement adalah sebuah istilah untuk menyebut metode elektronik yang digunakan dalam tiap tahap proses pembelian dari indentifikasi persyaratan-persyaratan hingga pembayaran, dan secara potensial manajemen kontrak. (www.scottish-enterprise.com/publications/e-procurement.pdf).
6. Menurut Infonet dalam makalahnya tentang e-procurement menyebutkan bahwa e-procurement adalah nama lain untuk pembelian barang dan jasa B2B melalui pertukaran dagang extranet, antar ERP langsung, dan koneksi internet dengan pemasok-pemasok. (www.ploug.org.pl/interesujace_teksty/eProcurement_White_Paper_Final.pdf).
7. Beberapa definisi oleh Davila, Tony, Mahendra Gupta, dan Richard Palmer dalam jurnal “Moving Procurement Systems to The Internet” (2003) menyebutkan e-procurement :· Teknologi yang dirancang untuk memfasilitasi pengadaan barang melalui internet.· Manajemen seluruh aktivitas pengadaan secara elektronik.· Aspek-aspek fungsi pengadaan yang didukung oleh bermacam-macam bentuk komunikasi secara elektronik.
8. Bank Dunia menyebutkan sebuah definisi berlapis tiga dari e-procurement dari segi pemerintahan (electronic Government Procurement, e-GP) dalam E-GP: World Bank Draft Strategy (2003). Tingkat pertama menyatakan bahwa e-GP adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet oleh pemerintahan-pemerintahan dalam melaksanakan hubungan pengadaan dengan para pemasok untuk memperoleh barang, karya-karya, dan layanan konsultasi yang dibutuhkan oleh sektor publik. Definisi tingkat kedua dan ketiga membuat perbedaan tipis antara e-tendering dengan e-purchasing.
9. Sarzana Fulvio di S. Ippolito (2003) menyebut e-procurement sebagai seperangkat teknologi, prosedur, dan langkah-langkah organisasional yang memungkinkan pembelian barang dan jasa secara online, melalui peluang-peluang yang ditawarkan oleh internet dan e-commerce. Pengertian ini mirip dengan definisi Bank Dunia tetapi menghilangkan “pengadaan karya”.
Jadi, E-procurement merupakan sistem pengadaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik seperti internet atau jaringan komputer. E-procurement diterapkan dalam proses pembelian dan penjualan secara online supaya lebih efisien dan efektif. E-procurement mengurangi proses-proses yang tidak diperlukan dalam sebuah proses bisnis. Dalam prakteknya, e-procurement mengurangi penggunaan kertas, menghemat waktu dan mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam prosesnya.
Contoh E-Procurement
1. lpse.sumbarprov.go.id
2. eprocurement.bni.co.id
3. www.surabaya-eproc.or.id
Perkembangan E-Procurement di Indonesia
Ide untuk menerapkan e-Procurement di Indonesia sebenarnya sudah dimulai saat dikeluarkannya Inpres No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government di mana dalam Lampiran I disebutkan bahwa e-Procurement dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah. Terkait Pelaksanaan e-Procurement ini disebutkan pula dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah tepatnya pada Lampiran I Bab IV Huruf D. Dalam perkembangannya sebagai penanggung jawab diberikan kepada Kementrian PPN/Bappenas.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada akhirnya dibentuk setelah Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Perpres No. 106 Tahun 2007 yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyusun dan merumuskan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pembinaan sumber daya manusia. LKPP juga diberi tugas untuk mengembangkan sistem informasi serta melakukan pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.
Menindaklanjuti tugas tersebut LKPP kemudian membentuk Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sebuah unit yang melayani proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik. LPSE ini sedianya akan menggunakan sistem aplikasi e-Procurement, sebuah sistem aplikasi pengadaan yang dikembangkan oleh LKPP yang bersifat terbuka, bebas lisensi dan bebas biaya. Selain sebagai pengelola sistem e-Procurement, LPSE juga berfungsi untuk menyediakan pelatihan, akses internet dan bantuan teknis dalam mengoperasikan sistem e-Procurement kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/Panitia serta penyedia barang/jasa, serta melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap penyedia barang/jasa.
Hingga bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 34 LPSE yang tersebar di 19 provinsi dan melayani 47 instansi di Indonesia. Termasuk diantaranya LPSE Provinsi Bali dan LPSE Kota Denpasar. Terkait Pendidikan yang dilakukan beberapa waktu lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung mengirimkan 10 orang tenaga yang dianggap mampu menguasai bidang pengadaan barang/jasa pemerintah serta Teknologi Informasi.
Sistem aplikasi e-Procurement yang dimaksud dapat diakses melalui alamat resmi milik LPSE yang dalam perkembangannya menggandeng Lembaga Sandi Negara atau Lemsaneg untuk menangani masalah Keamanan Data yang ada di dalamnya. Lemsaneg ini menciptakan sebuah aplikasi bernama Apendo (Aplikasi Pengamanan Dokumen) yang terintegrasi dengan server di setiap LPSE.
Berbicara sistem aplikasi saat ini tentunya dalam implementasinya nanti masih banyak kekurangan yang akan ditemukan seperti halnya sistem aplikasi lainnya. Bahkan perusahaan raksasa sekelas Microsoft pun masih banyak menyisakan celah keamanan pada sistem operasi Windows yang mereka ciptakan. Untuk itu merupakan tugas kita bersama untuk menyempurnakannya demi sebuah tujuan mulia.
Ide untuk menerapkan e-Procurement di Indonesia sebenarnya sudah dimulai saat dikeluarkannya Inpres No.3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government di mana dalam Lampiran I disebutkan bahwa e-Procurement dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah. Terkait Pelaksanaan e-Procurement ini disebutkan pula dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah tepatnya pada Lampiran I Bab IV Huruf D. Dalam perkembangannya sebagai penanggung jawab diberikan kepada Kementrian PPN/Bappenas.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada akhirnya dibentuk setelah Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Perpres No. 106 Tahun 2007 yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyusun dan merumuskan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pembinaan sumber daya manusia. LKPP juga diberi tugas untuk mengembangkan sistem informasi serta melakukan pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.
Menindaklanjuti tugas tersebut LKPP kemudian membentuk Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sebuah unit yang melayani proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik. LPSE ini sedianya akan menggunakan sistem aplikasi e-Procurement, sebuah sistem aplikasi pengadaan yang dikembangkan oleh LKPP yang bersifat terbuka, bebas lisensi dan bebas biaya. Selain sebagai pengelola sistem e-Procurement, LPSE juga berfungsi untuk menyediakan pelatihan, akses internet dan bantuan teknis dalam mengoperasikan sistem e-Procurement kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/Panitia serta penyedia barang/jasa, serta melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap penyedia barang/jasa.
Hingga bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 34 LPSE yang tersebar di 19 provinsi dan melayani 47 instansi di Indonesia. Termasuk diantaranya LPSE Provinsi Bali dan LPSE Kota Denpasar. Terkait Pendidikan yang dilakukan beberapa waktu lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung mengirimkan 10 orang tenaga yang dianggap mampu menguasai bidang pengadaan barang/jasa pemerintah serta Teknologi Informasi.
Sistem aplikasi e-Procurement yang dimaksud dapat diakses melalui alamat resmi milik LPSE yang dalam perkembangannya menggandeng Lembaga Sandi Negara atau Lemsaneg untuk menangani masalah Keamanan Data yang ada di dalamnya. Lemsaneg ini menciptakan sebuah aplikasi bernama Apendo (Aplikasi Pengamanan Dokumen) yang terintegrasi dengan server di setiap LPSE.
Berbicara sistem aplikasi saat ini tentunya dalam implementasinya nanti masih banyak kekurangan yang akan ditemukan seperti halnya sistem aplikasi lainnya. Bahkan perusahaan raksasa sekelas Microsoft pun masih banyak menyisakan celah keamanan pada sistem operasi Windows yang mereka ciptakan. Untuk itu merupakan tugas kita bersama untuk menyempurnakannya demi sebuah tujuan mulia.
E-Procurement Di Pemerintah Kota Surabaya
Terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam manajemen pelayanan publik adalah aplikasi E-Procurement, suatu sistem pengadaan barang dan jasa publik yang dikelola secara elektronik berbasis web. Pertimbangan yang mendasari kebijakan ini adalah kurang efisiennya sistem pengadaan barang dan jasa secara manual seperti yang selama ini terjadi di banyak daerah. Selain tidak efisien, praktik pengadaan barang dan jasa secara manual ternyata penuh dengan ekses korupsi, kolusi antara rekanan dan pejabat pemerintah, sehingga kualitas barang dan jasa yang diperoleh tidak sepadan dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Secara umum, Keppres No.80 tahun 2003 menggariskan bahwa ada dua metode pokok untuk pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, yaitu: swakelola dan lelang. Ketentuan swakelola berlaku untuk paket pengadaan barang dan jasa dengan total dana tidak lebih dari Rp 50 juta. Selanjutnya prosedur lelang dibagi menjadi empat macam, sesuai dengan kualifikasi barang dan jasa, kompleksitas jenis pekerjaan, dan besaran dana yang diperlukan, yaitu: penunjukan langsung, pemilihan langsung, lelang terbatas, dan lelang umum. Prinsip yang harus ditegakkan dalam proses pengadaan barang dan jasa adalah: efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil atau non-diskriminatif, dan akuntabel. Di dalam praktik, prinsip-prinsip ini tidak selalu bisa ditegakkan karena banyak pihak yang selalu saja bisa mencari celah dan kesempatan untuk melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Meskipun prinsip-prinsip pokok dalam peraturan ini masih tetap relevan, tetapi di dalamnya memang belum diatur prosedur e-procurement. Di sebagian besar negara berkembang, memang terdapat kecenderungan bahwa aparat pemerintah tidak suka melakukan kegiatan secara on line. Kebanyakan mereka lebih suka metode pelayanan tradisional yang berupa tatap muka langsung, kontak melalui surat, atau telepon antar-pribadi, yang tentunya rawan akan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Oleh sebab itu, terobosan e-procurement di kota Surabaya yang menunjukkan sukses besar dalam efisiensi dan sekaligus menekan KKN kini mendorong pemerintah untuk mengatur lebih lanjut melalui Departemen Kominfo.
Pengadaan barang dan jasa melalui lelang secara on line di kota Surabaya mula-mula dilakukan dengan dibukanya situs web dengan nama www.lelangserentak.com pada tahun 2003. Sarana awal e-government Pemda kota Surabaya untuk lelang publik tersebut dibuka dengan keinginan yang kuat untuk menciptakan sistem lelang yang efisien, transparan, akurat, tepat waktu, dan menghemat anggaran publik. Seiring dengan perkembangan minat warga Surabaya yang meningkat dalam penggunaan fasilitas internet, situs ini ternyata mendapat tanggapan yang sangat positif dari warga masyarakat, terutama para pengusaha atau rekanan swasta yang selama ini kesulitan untuk mendapat akses ke jalur-jalur birokrasi Pemerintah Kota Surabaya yang terkadang rumit dan tidak transparan. Pada saat yang sama, para pejabat Pemkot Surabaya juga melihat bahwa biaya yang harus dialokasikan untuk pengembangan sistem ini sebenarnya cukup murah sedangkan keuntungan dari segi efisiensi biaya sangat besar.
Maka selanjutnya Pemkot Surabaya punya komitmen untuk menyempurnakan sistem lelang serentak tersebut dengan membuka situs yang lebih formal dengan nama www.surabaya-eproc.or.id pada tahun 2004. Kebijakan pelaksanaan e-procurement tersebut tertuang dalam Peraturan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 jo nomor 30 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik (eProcurement). Sistem internal yang terdapat di jajaran Pemkot Surabaya itu selanjutnya disebut Surabaya e-Procurement System (SePS) yang mengaitkan database tentang kebutuhan pengadaan barang dan jasa dengan banyak asosiasi rekanan atau pengusaha bisnis kecil secara on line. Sejak dilaksanakannya e-procurement, lebih banyak lagi transaksi pengadaan barang dan jasa dapat dilaksanakan oleh Pemkot Surabaya melalui media elektronik. Pada tahun 2005, misalnya, tercatat bahwa ada sekitar 3.000 badan usaha telah menjadi anggota dari sistem e-procurement Pemkot Surabaya dengan total nilai lelang barang/jasa yang mencapai hampir Rp 300 milyar.
Manfaat yang paling pokok dari pelaksanaan e-procurement adalah berkurangnya proses pengadaan barang/jasa yang cenderung disertai dengan KKN. Bukan rahasia lagi bahwa di banyak daerah, pelaksanaan tender pengadaan selalu tidak transparan atau “diatur dengan orang dalam”. Akibatnya, selain biaya pengadaan menjadi terlalu tinggi, kualitas barang/jasa yang diperoleh masyarakat juga rendah dan kecurigaan diantara para rekanan sendiri sangat tinggi. Kini, dengan adanya transparansi dan persaingan yang sehat, rekanan yang kalah akan merasa “legowo” dan reputasi pihak Pemda kota Surabaya sendiri tentu meningkat. Kecuali itu, tujuan dari sistem pengadaan barang/jasa untuk meningkatkan ekonomi lokal juga dapat tercapai dengan lebih baik. Dengan sistem lelang yang bersifat konspiratif dan penuh KKN, biasanya hanya rekanan yang besar dan mampu menyediakan uang pelicin yang besar yang akan menang tender. Tetapi dengan sistem e-procurement yang transparan, para pelaku usaha kecil pun dapat memenangkan tender apabila mereka jeli menangkap peluang dalam penyediaan barang/jasa yang kualitasnya baik dengan harga yang lebih murah. Maka, e-procurement juga dapat digunakan sebagai sarana perlindungan bagi perusahaan lokal sebagai penggerak ekonomi daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar